PENGANTAR
MEMAHAMI ILMU LADUNI
Written by: Fikri Farikhn,M.Pd.I
Ketika
penulis masih menimba ilmu di sebuah pondok pesantren terbesar di Madura, ada
isu yang beredar di kalangan para santri bahwa dengan melakukan tirakat, yaitu
semacam ritual dzikir yang dilakukan secara rutin, selama 41 malam di makam
kiai/pengasuh di pondok tersebut, maka seseorang dapat membaca kitab
kuning/gundul tanpa harus belajar terlebih dahulu. Tentunya, hal itu bisa
terjadi apaabila orang yang melakukan tirakat tersebut berhasil menghadapi
berbagai cobaan dan rintangan selama 41 malam. Jika ia berhasil, maka-berkat
izin Allah Swt., seketika itu juga ia akan menjadi pintar. Benarkah demikian?
Di
dalam benak saya, timbul suatu tanda Tanya besar, mungkinkah hanya dengan
melakukan ritual tirakat seseorang bisa menjadi pintar? Pertanyaaan ini terus
menggantung di hati dan pikiran saya. Hingga pada suatu ketika, saya mencari
tahu lebih banyak lagi mengenai isu-isu tersebut. Ternyata, banyak santri yang
percaya pada isu itu, terutama para santri senior.
Setelah
melakukan beberapa kali observasi, maka saya merasa tertarik untuk mencobanya.
Kebetulan, pada waktu itu, saya ingin sekali bisa membaca kitab kuning. Tetapi,
sebagai santri baru, hal itu seakan mustahil dilakukan dengan belajar atau
sekolah. Bagi seorang santri, membaca kitab kuning merupakan suatu prestise
tersendiri. Karena, tidak semua santri yang mondok bisa membacanya. Sepanjang
yang saya amati, saya melihat para santri yang bisa membaca kitab kuning dengan
lancar adalah mereka yang sudah mondok lebih dari sepuluh tahun.
Karena
alasan itulah, saya pun membulatkan tekad untuk melakukan ritual itu. Saya
mencoba konsisten melakukan dzikrullah di malam hari. Namun sungguh tanpa
disangka, saya tidak kuat menghadapi cobaan–cobaan yang datang silih berganti.
Semakin lama, cobaan itu semakin berat. Dan akhirnya, saya pun menyerah.
Saya
pernah bertanya kepada seorang santri senior, “adakah orang yang berhasil
melakukannya?” pertanyaan ini saya ajukan karena rasa penasaran dan
ketertarikan saya untuk bisa membaca kitab kuning tanpa belajar, atau hanya
dengan berdzikir kepada Allah Swt., kita bisa mendapatkan ilmu langsung
dari-Nya. Santri tersebut menjawab, “Ya, dulu ada seorang santri yang berhasil
melakukannya.”
Dari
penuturannya, dan juga diakui oleh santri-santri senior yang lain, ada seorang
santri yang berhasil melakukan ritual (tirakat) tersebut, hingga ia menjadi
pintar tanpa belajar. Menurut cerita yang beredar, santri yang bernama
Abdurrahman (kini sudah menjadi ustadz dan mengajar id sekoah Diniyah, yang
kebetulan juga merupakan guru spiritual saya) itu melakukan tirakat selama 41
malam di salah satu makam kiai di pondok saya. Awalnya, beliau adalah murid
yang sangat bodoh. Hampir setiap hari, ia dimarahi dan dihukum oleh gurunya
karena tidak bisa membaca kitab kuning. Kejadian ini berlangsung sewaktu beliau
duduk di kelas tiga Madrasah tsanawiyah (MTs).
Singkat
cerita, karena sudah tidak tahan dengan hukuman yang setiap hari diterimanya
itu, beliau memutuskan untuk melakukan tirakat di salah satu makam kiai di
sebelah selatan pondok. Tujuannya hanya satu, yakni agar ia bisa membaca kitab
kuning seperti anak pintar lainnya. Akhrinya, beliau memuturskan untuk membolos
sekolah dengan alasan sakit. Setiap malam, setelah jam Sembilan malam, beliau
berangkat ke makam tersebut. Hal ini dilakukan secara rutin hingga malma ke 41.
Berbagai cobaan beliau hadapi dengan berani dan sabar. Dan alhasil, pada malam
ke 41, menurut cerita yang beredar, beliau bertemu langsung dengan ruh almarhum
kiai, yang merupakan sesepuh dan pendiri pondok.
Di
dalam dzikrullah-nya, beliau diperintahkan untuk pulang oleh ruh almarhum kiai
yang merupakan sesepuh pondok pesantren itu. Sang kiai berkata sambil menyentuh
dahi beliau, “Pulanglah…..” setelah itu, sang kiai lenyap dari hadapannya. Kaarena
sudah bertemu dengan kiai, di mana hal itu diyakini bahwa tirakatnya telah
diterima (berhasil), maka beliau bergegas pulang. Menurut kabar, subhanallah,
esok paginya saat sekolah, beliau langsung bisa membaca kitab kuning. Para
murid, yang merupakan teman-teman beliau beserta para guru merasa heran dengan
perubahan tersebut. Mereka berfikir, tidak mungkin seseorang bisa membaca kitab
dengan lancar hanya dalam waktu 41 hari, meskipun belajar siang malam tanpa
henti.
Sungguh
apa yang diperoleh oleh santri bernama Abdurraman itu adalah suatu anugerah
terindah dari Allah Swt. Ia telah mendapatkan ilmu langsung dari Allah Swt.
Tanpa belajar terlebih dahulu. Dan ilmu semacam ini dikenal dengan sebutan ilmu
laduni, ilmu kasyf, ilmu hudhuri, atau ilmu batin.
Berdasarkan
kisah tersebut, saya berkesimpulan bahwa ilmu laduni itu memang betul-betul
ada. Hal ini terlepas dari pengertian dan hakikat dari ilmu laduni itu. Menurut
kalangan awam, ilmu laduni itu adalah ilmu yang datang secara tiba-tiba tanpa
belajar. Sedangkan, menurut beberapa sumber yang saya baca, ilmu laduni itu ada
dua macam, yakni ilmu wahbiy (ilmu yang diperoleh tanpa belajar, di mana ilmu
ini langsung datang dari AllahSwt.) dan ilmu kasbiy (ilmu yang diperoleh
melalui proses belajar, seperti sekolah, membaca, menulis, dan lain-lain). Oleh
karena itu,terlepas dari pengertiannya, maka sebagaimana cerita yang beredar di
kalangan santri dipondok tersebut, ilmu laduni itu memang betul-betul ada.
Tidak
hanya Abdurrahman yang memiliki ilmu itu, orang-orang lain di zaman dulu juga
banyak yang memilikinya. Banyak para ulama, gus, atau wali yang memiliki ilmu
laduni.memang notabene ilmu ini hanya dimiliki oleh para orang shalih, seperti
kiai, ulama, gus, dan waliyullah. Mengapa hanya mereka yang memiliki ilmu ini?
Karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Mereka termasuk golongan orang yang selalu berdzikir kepada Allah,
mengagungkan nama-Nya, bershalawat, dan lain-lain. Maka dari itu, ilmu laduni
diberikan Allah kepada mereka, yakni kepada orang yang dekat dan mencintai-Nya.
Menurut
sebagian orang, ilmu laduni ini sangat langka dan sakral. Tidak sembarang orang
bisa meraihnya, kecuali para wali yang telah sampai pada tingkatan makrifat. Sehingga,
jangan sembrono untuk berburuk sangka, apalagi megkritik wali-wali yang tingkah
lakunya secara dhahir menyelishi syari’at. Para wali atau para gus itu beda
tingkatan dengan kita. Mereka sudah sampai tingkatan makrifat yang tidak boleh
ditimbang dengan timbagan syari’at lagi. Benarkah demikian ?
Lalu,
apakah ilmu laduni itu hanya milik para wali, gus, atau kiai? Pertanyaan yang
sering dikemukakan banyak orang, ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, tapi
tidak juga salah. Artinya, seperti yang saya katakan tadi, bahwa orang yang
dikaruniai ilmu laduni oleh Allah Swt. Adalah orang yang senantiasa berdzikir,
shalat, mendekatkan diri kepada-Nya, hatinya suci dan bersih dari sifat tercela,
dan lain sebagainya. Ciri-ciri orang seperti itu biasanya terdapat pada sosok
wali, gus, atau kiai. Maka dari itu, mereka adalah orang yang dipilih oleh
Allah Swt. Untuk dikaruniai ilmu laduni.
Dengan
demikian, ilmu laduni, pada hakikatnya, bisa dimiliki oleh siap saja (semua
orang yang dekat kepada Allah Swt.), tak terkecuali orang awam seperti kita.
Namun, untuk bisa mendapatkannya, diperlukan beberapa tahapan dan syarat
tersebut.
Untuk
tahapan dan syarat nya, akan kita bahas di tulisan berikutnya. Minta doanya
semoga diberi kemudahan untuk menyelesaikannya.
EmoticonEmoticon