Kamis, 28 Juli 2016

ILMU LADUNI

Tags

PENGANTAR MEMAHAMI ILMU LADUNI 

 Written by: Fikri Farikhn,M.Pd.I


Ketika penulis masih menimba ilmu di sebuah pondok pesantren terbesar di Madura, ada isu yang beredar di kalangan para santri bahwa dengan melakukan tirakat, yaitu semacam ritual dzikir yang dilakukan secara rutin, selama 41 malam di makam kiai/pengasuh di pondok tersebut, maka seseorang dapat membaca kitab  kuning/gundul tanpa harus belajar terlebih dahulu. Tentunya, hal itu bisa terjadi apaabila orang yang melakukan tirakat tersebut berhasil menghadapi berbagai cobaan dan rintangan selama 41 malam. Jika ia berhasil, maka-berkat izin Allah Swt., seketika itu juga ia akan menjadi pintar. Benarkah demikian?
Di dalam benak saya, timbul suatu tanda Tanya besar, mungkinkah hanya dengan melakukan ritual tirakat seseorang bisa menjadi pintar? Pertanyaaan ini terus menggantung di hati dan pikiran saya. Hingga pada suatu ketika, saya mencari tahu lebih banyak lagi mengenai isu-isu tersebut. Ternyata, banyak santri yang percaya pada isu itu, terutama para santri senior.
Setelah melakukan beberapa kali observasi, maka saya merasa tertarik untuk mencobanya. Kebetulan, pada waktu itu, saya ingin sekali bisa membaca kitab kuning. Tetapi, sebagai santri baru, hal itu seakan mustahil dilakukan dengan belajar atau sekolah. Bagi seorang santri, membaca kitab kuning merupakan suatu prestise tersendiri. Karena, tidak semua santri yang mondok bisa membacanya. Sepanjang yang saya amati, saya melihat para santri yang bisa membaca kitab kuning dengan lancar adalah mereka yang sudah mondok lebih dari sepuluh tahun.
Karena alasan itulah, saya pun membulatkan tekad untuk melakukan ritual itu. Saya mencoba konsisten melakukan dzikrullah di malam hari. Namun sungguh tanpa disangka, saya tidak kuat menghadapi cobaan–cobaan yang datang silih berganti. Semakin lama, cobaan itu semakin berat. Dan akhirnya, saya pun menyerah.
Saya pernah bertanya kepada seorang santri senior, “adakah orang yang berhasil melakukannya?” pertanyaan ini saya ajukan karena rasa penasaran dan ketertarikan saya untuk bisa membaca kitab kuning tanpa belajar, atau hanya dengan berdzikir kepada Allah Swt.,  kita bisa mendapatkan ilmu langsung dari-Nya. Santri tersebut menjawab, “Ya, dulu ada seorang santri yang berhasil melakukannya.”
Dari penuturannya, dan juga diakui oleh santri-santri senior yang lain, ada seorang santri yang berhasil melakukan ritual (tirakat) tersebut, hingga ia menjadi pintar tanpa belajar. Menurut cerita yang beredar, santri yang bernama Abdurrahman (kini sudah menjadi ustadz dan mengajar id sekoah Diniyah, yang kebetulan juga merupakan guru spiritual saya) itu melakukan tirakat selama 41 malam di salah satu makam kiai di pondok saya. Awalnya, beliau adalah murid yang sangat bodoh. Hampir setiap hari, ia dimarahi dan dihukum oleh gurunya karena tidak bisa membaca kitab kuning. Kejadian ini berlangsung sewaktu beliau duduk di kelas tiga Madrasah tsanawiyah (MTs).
Singkat cerita, karena sudah tidak tahan dengan hukuman yang setiap hari diterimanya itu, beliau memutuskan untuk melakukan tirakat di salah satu makam kiai di sebelah selatan pondok. Tujuannya hanya satu, yakni agar ia bisa membaca kitab kuning seperti anak pintar lainnya. Akhrinya, beliau memuturskan untuk membolos sekolah dengan alasan sakit. Setiap malam, setelah jam Sembilan malam, beliau berangkat ke makam tersebut. Hal ini dilakukan secara rutin hingga malma ke 41. Berbagai cobaan beliau hadapi dengan berani dan sabar. Dan alhasil, pada malam ke 41, menurut cerita yang beredar, beliau bertemu langsung dengan ruh almarhum kiai, yang merupakan sesepuh dan pendiri pondok.
Di dalam dzikrullah-nya, beliau diperintahkan untuk pulang oleh ruh almarhum kiai yang merupakan sesepuh pondok pesantren itu. Sang kiai berkata sambil menyentuh dahi beliau, “Pulanglah…..” setelah itu, sang kiai lenyap dari hadapannya. Kaarena sudah bertemu dengan kiai, di mana hal itu diyakini bahwa tirakatnya telah diterima (berhasil), maka beliau bergegas pulang. Menurut kabar, subhanallah, esok paginya saat sekolah, beliau langsung bisa membaca kitab kuning. Para murid, yang merupakan teman-teman beliau beserta para guru merasa heran dengan perubahan tersebut. Mereka berfikir, tidak mungkin seseorang bisa membaca kitab dengan lancar hanya dalam waktu 41 hari, meskipun belajar siang malam tanpa henti.
Sungguh apa yang diperoleh oleh santri bernama Abdurraman itu adalah suatu anugerah terindah dari Allah Swt. Ia telah mendapatkan ilmu langsung dari Allah Swt. Tanpa belajar terlebih dahulu. Dan ilmu semacam ini dikenal dengan sebutan ilmu laduni, ilmu kasyf, ilmu hudhuri, atau ilmu batin.
Berdasarkan kisah tersebut, saya berkesimpulan bahwa ilmu laduni itu memang betul-betul ada. Hal ini terlepas dari pengertian dan hakikat dari ilmu laduni itu. Menurut kalangan awam, ilmu laduni itu adalah ilmu yang datang secara tiba-tiba tanpa belajar. Sedangkan, menurut beberapa sumber yang saya baca, ilmu laduni itu ada dua macam, yakni ilmu wahbiy (ilmu yang diperoleh tanpa belajar, di mana ilmu ini langsung datang dari AllahSwt.) dan ilmu kasbiy (ilmu yang diperoleh melalui proses belajar, seperti sekolah, membaca, menulis, dan lain-lain). Oleh karena itu,terlepas dari pengertiannya, maka sebagaimana cerita yang beredar di kalangan santri dipondok tersebut, ilmu laduni itu memang betul-betul ada.
Tidak hanya Abdurrahman yang memiliki ilmu itu, orang-orang lain di zaman dulu juga banyak yang memilikinya. Banyak para ulama, gus, atau wali yang memiliki ilmu laduni.memang notabene ilmu ini hanya dimiliki oleh para orang shalih, seperti kiai, ulama, gus, dan waliyullah. Mengapa hanya mereka yang memiliki ilmu ini? Karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Mereka termasuk golongan orang yang selalu berdzikir kepada Allah, mengagungkan nama-Nya, bershalawat, dan lain-lain. Maka dari itu, ilmu laduni diberikan Allah kepada mereka, yakni kepada orang yang dekat dan mencintai-Nya.
Menurut sebagian orang, ilmu laduni ini sangat langka dan sakral. Tidak sembarang orang bisa meraihnya, kecuali para wali yang telah sampai pada tingkatan makrifat. Sehingga, jangan sembrono untuk berburuk sangka, apalagi megkritik wali-wali yang tingkah lakunya secara dhahir menyelishi syari’at. Para wali atau para gus itu beda tingkatan dengan kita. Mereka sudah sampai tingkatan makrifat yang tidak boleh ditimbang dengan timbagan syari’at lagi. Benarkah demikian ?
Lalu, apakah ilmu laduni itu hanya milik para wali, gus, atau kiai? Pertanyaan yang sering dikemukakan banyak orang, ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, tapi tidak juga salah. Artinya, seperti yang saya katakan tadi, bahwa orang yang dikaruniai ilmu laduni oleh Allah Swt. Adalah orang yang senantiasa berdzikir, shalat, mendekatkan diri kepada-Nya, hatinya suci dan bersih dari sifat tercela, dan lain sebagainya. Ciri-ciri orang seperti itu biasanya terdapat pada sosok wali, gus, atau kiai. Maka dari itu, mereka adalah orang yang dipilih oleh Allah Swt. Untuk dikaruniai ilmu laduni.
Dengan demikian, ilmu laduni, pada hakikatnya, bisa dimiliki oleh siap saja (semua orang yang dekat kepada Allah Swt.), tak terkecuali orang awam seperti kita. Namun, untuk bisa mendapatkannya, diperlukan beberapa tahapan dan syarat tersebut.
Untuk tahapan dan syarat nya, akan kita bahas di tulisan berikutnya. Minta doanya semoga diberi kemudahan untuk menyelesaikannya.


EmoticonEmoticon