written by: Fikri Farikhin,M.Pd.I
Menjadi Guru sebagai sebuah pilihan profesi ataupun menjadi guru lantaran "Banting Setir" harus diniati sebagai ibadah, sebagai sebuah pengabdian. Kalau sudah diniati beribadah, semuanya akan menjadi enak dan mengasyikkan.
Dulu, saat masih sekolah TK, penulis sudah ngebet meminta kepada orangtua untuk dibuatkan bajunya Pak Guru. Orangtua penulis terheran-heran. Butuh waktu lama untuk merealisasikan keinginan itu. Setelah penulis menagih berulang-ulang, barulah baju itu dibuatkan. Baju lengan pendek warna abu-abu, ada sedikit belahan di belakang, dan memiliki tiga saku. Dua di bagian bawah, dan satu di atas, di dada kiri.
Setelah penulis jadi guru, penulis baru tahu bahwa baju itu namanya PSH (Pakaian Seragam Harian). Tanpa rasa malu, penulis waktu itu memakai PSH untuk bermain dan beraktivitas layaknya anak-anak yang lain. kadang penulis tersenyum sendiri jika hal itu teringat kembali.
Dulu, penulis ngefans berat dengan paman yang menjadi guru. Paman penulis adalah kebanggaan keluarga. Makanya, penulis waktu itu ingin sekali berpakaian layaknya paman yang guru itu. Menjadi guru adalah impian sedari kecil, dan alhamdulillah sekarang sudah tercapai.
Sewaktu SMA, jarang sekali teman-teman penulis yang mau masuk perguruan tinggi keguruan. Waktu itu citra guru memang sebagai sebuah profesi yang teramat berat. Gaji kecil, harus belajar terus, harus bikin RPP (Rencana Program Pembelajaran) tiap malam, harus siap-siap jadi RT, harus siap menjadi takmir masjid, harus pintar pidato, harus bisa digugu lan ditiru, dan seabrek beban yang lainnya. Bahkan, menjadi guru juga harus siap mental, tak perlu sakit hati jika disebut Oemar Bakrie.
Dulu kuliah di Fakultas Pendidikan dianggap kuliah nomor dua atau tiga. Lulusan SMA lebih suka masuk universitas karena lebih mentereng dan memiliki banyak kesempatan untuk memilih profesi jika sudah lulus. Meskipun pada kenyataannya banyak lulusan universitas nonkependidikan yang akhirnya "banting setir" lantaran tak kunjung mendapat kerja.
Kini, seiring semakin ketatnya persaingan dalam mencari pekerjaan, semakin mahalnya kuliah di universitas umum, dan tentu faktor apresiasi pemerintah yang semakin baik terhadap profesi guru, minat lulusan SMA kuliah di Fakultas Pendidikan semakin banyak. Hal ini tentu menjadi pertanda baik bagi perkembangan bagi perkembangan profesi guru di masa yang akan datang.
Menjadi guru sebagai sebuah pilihan profesi ataupun menjadi guru lantaran "banting setir" harus diniati ibadah, sebagai sebuah pengabdian. Kalau sudah diniati beribadah, semuanya akan menjadi enak dan mengasyikkan. Tak pernah merasa terbebani untuk melaksanakan kewajiban profesinya. Dan dengan sendirinya akan timbul keinginan untuk melaksanakan kewajibannya sebaik mungkin. Tak terbebani untuk membuat program tahunan (PROTA), program semester (PROMES/PROSEM), silabus, dan RPP. Tak perlu ditekan-tekan untuk membuat semua administrasi tersebut. Dan tentunya tak boleh sungkan untuk mengoreksi pekerjaan siswanya dengan benar.
Intinya, menjadi guru harus sadar bahwa teaching is service, menjadi guru adalah sebuah pengabdian. jika kita mengabdi, Insyaallah, nantinya akan ada rezeki dari arah yang tak terduga-duga.
Setelah penulis jadi guru, penulis baru tahu bahwa baju itu namanya PSH (Pakaian Seragam Harian). Tanpa rasa malu, penulis waktu itu memakai PSH untuk bermain dan beraktivitas layaknya anak-anak yang lain. kadang penulis tersenyum sendiri jika hal itu teringat kembali.
Dulu, penulis ngefans berat dengan paman yang menjadi guru. Paman penulis adalah kebanggaan keluarga. Makanya, penulis waktu itu ingin sekali berpakaian layaknya paman yang guru itu. Menjadi guru adalah impian sedari kecil, dan alhamdulillah sekarang sudah tercapai.
Sewaktu SMA, jarang sekali teman-teman penulis yang mau masuk perguruan tinggi keguruan. Waktu itu citra guru memang sebagai sebuah profesi yang teramat berat. Gaji kecil, harus belajar terus, harus bikin RPP (Rencana Program Pembelajaran) tiap malam, harus siap-siap jadi RT, harus siap menjadi takmir masjid, harus pintar pidato, harus bisa digugu lan ditiru, dan seabrek beban yang lainnya. Bahkan, menjadi guru juga harus siap mental, tak perlu sakit hati jika disebut Oemar Bakrie.
Dulu kuliah di Fakultas Pendidikan dianggap kuliah nomor dua atau tiga. Lulusan SMA lebih suka masuk universitas karena lebih mentereng dan memiliki banyak kesempatan untuk memilih profesi jika sudah lulus. Meskipun pada kenyataannya banyak lulusan universitas nonkependidikan yang akhirnya "banting setir" lantaran tak kunjung mendapat kerja.
Kini, seiring semakin ketatnya persaingan dalam mencari pekerjaan, semakin mahalnya kuliah di universitas umum, dan tentu faktor apresiasi pemerintah yang semakin baik terhadap profesi guru, minat lulusan SMA kuliah di Fakultas Pendidikan semakin banyak. Hal ini tentu menjadi pertanda baik bagi perkembangan bagi perkembangan profesi guru di masa yang akan datang.
Menjadi guru sebagai sebuah pilihan profesi ataupun menjadi guru lantaran "banting setir" harus diniati ibadah, sebagai sebuah pengabdian. Kalau sudah diniati beribadah, semuanya akan menjadi enak dan mengasyikkan. Tak pernah merasa terbebani untuk melaksanakan kewajiban profesinya. Dan dengan sendirinya akan timbul keinginan untuk melaksanakan kewajibannya sebaik mungkin. Tak terbebani untuk membuat program tahunan (PROTA), program semester (PROMES/PROSEM), silabus, dan RPP. Tak perlu ditekan-tekan untuk membuat semua administrasi tersebut. Dan tentunya tak boleh sungkan untuk mengoreksi pekerjaan siswanya dengan benar.
Intinya, menjadi guru harus sadar bahwa teaching is service, menjadi guru adalah sebuah pengabdian. jika kita mengabdi, Insyaallah, nantinya akan ada rezeki dari arah yang tak terduga-duga.
EmoticonEmoticon