Senin, 08 Agustus 2016

SPIRITUALITAS DAN ANASIR KEMODERNAN

Tags



SPIRITUALITAS DAN ANASIR KEMODERNAN
Written by: Fikri Farikhin,M.Pd.I
Membicarakan spiritualisme Islam dalam konteks dunia modern, mengharuskan adanya pembatasan “modern” tersebut. Dalam kajian ini, kemodernan diukur dalam konteks kekinian, yakni antara kurun abad 18 sampai abad sekarang ini. Oleh karenanya, spiritualisme Islam atau tasawuf pada masa modern berarti adalah eksistensi tasawuf antara abad ke-18 sampai dewasa ini.
Akan tetapi, karena pembahasan tasawuf tidaklah hanya bersifat parsial, maka tentu saja, dalam kajian ini secara ringkas juga akan dikemukakan keberadaan tasawuf tersebut, untuk mencari garis kesinambungannya pada masa modern, sekaligus mencari titik-titik yang membedakan karakter tasawuf klasik dengan tasawuf modern.
Perlu dikemukakan terlebih dahulu, bahwa spiritualitas keagamaan yang muncul pada era modern, merupakan salah satu bentuk dari pendekatan neo-tradisionalisme agama-agama atau bentuk lain dari gerakan neo-sufisme, namun bukan sufisme popular semacam tarekat yang umum dianut bangsa Indonesia. Pada masa modern ini, terdapat banyak tokoh penggerak spiritualitasme Islam, seperti Sayyed Hossein nasr, Muhammad isa Nurdin (Frithjof Schuon), dan sebagainya. Sayangnya tradisi spiritualitas perenialisme ini belum bisa menjadi arus kuat di Indonesia.
Dalam menghadapi arus modernitas itu, para spiritualis sangat getol menyuarakan agenda pencarian dan penemuan kembali khazanah spiritual keagamaan, yang mengawali era kebangkitan kembali tradisi sufistik. Ini bermuara pada pencarian ajaran-ajaran “ketimuran” yang disebut hossein Nasr sebagai “Penemuan kembali kesucian”. Sementara, kesucian itu sendirilah –menurut Nasr- sebenarny adalah yang mampu menjadi factor dan fakta pembebas manusia (Sayyed hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, 1997:107-151). Dan aspek kesucian ini hanya berada dalam fokus spiritual keagamaan, atau dikenal dalam islam sebagai tasawuf atau sufisme.


EmoticonEmoticon